Pilar-pilar
Pendidikan UNESCO
A.
Pengertian Pilar-pilar Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata “pilar” diartikan sebagai“tiang penyangga” (terbuat dari besi atau beton). kata pilar dalam bahasa Inggris berarti
pillars (sama artinya dengan pilar dalam
bahasa Indonesia). Bangunan atau rumah berawal dari pondasi yang dilengkapi dengan pilar agar
atap bisa berdiri kokoh dan tidak mudah roboh sehingga tampak menjadi lengkap dan
melengkapi.
Istilah pilar dalam pendidikan bisa
menjadi bagian yang tak kalah penting, eksistensinya seperti halnya tujuan,
sasaran, instrument pendidikan, dll.
Adapun maksud dari pembahasan pilar-pilar pendidikan adalah bahwa sendi
pendidikan ditopang oleh semangat belajar yang kuat melalui pola belajar yang
bervisi ke depan dengan melihat perubahan-perubahan kehidupan. Jadi maksud dari
pilar-pilar pendidikan yang maksud dalam pembahasan ini adalah sendi-sendi
pendidikan menurut Unesco harus ditopang setidaknya oleh empat hal.
Pendidikan merupakan kebutuhan
mendasar bagi manusia yang berakal budi untuk mempersiapkan dirinya dalam
memasuki era teknologi dan globalisasi di masa kini dan akan datang. Kegagalan
dalam pendidikan menyebabkan tidak berkembangnya potensi siswa untuk menjadi
manusia produktif dan berkualitas.
Jadi pendidikan pada hakekatnya
adalah hak asasi manusia dalam proses mempersiapkan diri menuju masa depan yang
lebih baik. Paradigma(contoh atau penafsiran) pendidikan idealnya adalah untuk menciptakan
generasi penerus bangsa dan kebutuhan masyarakat, baik masyarakat umum maupun
masyarakat dunia kerja dapat terpenuhi oleh anak-anak yang memiliki
keterampilan dalam hal-hal tertentu. Untuk mencapai tujuan mulia tersebut,
diperlukan strategi dan paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan.
B.
4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO
Dalam laporan hasil konferensi
UNESCO pada tahun 1998, kepada Komisi Internasional tentang Pendidikan harus
berlandaskan pada 4 pilar, yaitu :
1.
Learning to know (Belajar
menngetahui atau menguasai)
Pendidikan
pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang
dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to
know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga
sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupannya.
Untuk
mengimplementasikan (melaksanakan) “learning to know” (belajar untuk
mengetahui), Guru harus mampu menempatkan dirinya sebagai fasilitator. Di
samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog
bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
Learning
to know memiliki pengertian bahwa ketika kita
belajar kita akan menjadi tahu. Bahasa mudahnya dari mulai tidak tahu menjadi
tahu. Selain itu juga menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan
sebagai informator, organisator, motivator, diretor, inisiator, transmitter,
fasilitator, mediator, dan evaluator bagi siswanya, sehingga peserta didik
perlu dimotivasi agar timbul kebutuhan terhadap informasi, keterampilan hidup,
dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya.
Contoh
: Setiap pagi berangkat sekolah, disekolah
menerima pelajaran-pelajaran yang baru yang membuat kita semakin mengetahui
banyak hal.
Konsep learning to know ini
menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut:
a. Guru
berperan sebagai sumber belajar
Peran ini berkaitan penting dengan
penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan guru yang
baik apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik, sehingga benar- benar
berperan sebagi sumber belajar bagi anak didiknya.
b. Guru sebagai Fasilitator
Guru berperan memberikan pelayanan
memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.
c. Guru
sebagai pengelola
Guru berperan menciptakan iklim
blajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara
nyaman. Prinsip-prinsip belajar yang
harus diperhatikan guru dalam pengelolaan
pembelajaran, yaitu:
Sesuatu
yang dipelajari siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri.
Setiap
siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing.
Siswa
akan belajar lebih banyak, apabila setiap selesai melaksanakan tahapan kegiatan
diberikan reinforcement.
Penguasaan secara penuh.
Siswa
yang diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.
d. Guru
sebagai demonstrator
Guru berperan untuk menunjukkan
kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa
lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
e. Guru sebagai pembimbing
Siswa adalah individu yang unik.
Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan.
Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.
f. Guru sebagai mediator
Guru selain dituntut untuk memiliki
pengetahuan tentang media pendidikan juga harus
memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media dengan baik.
g. Guru
sebagai Evaluator
Yakni sebagai penilai hasil
pembelajaran siswa. Dengan penilaian tersebut, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,
penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta
ketepatan/ keefektifan metode mengajar (Fakhruddin, 2010:49-61).
2.
Learning to do (Belajar
berkarya)
Learning to do maksudnya
setelah kita mengetahui hal-hal yang baru dari pembelajaran yang kita lakukan,
kita bisa melakukan sesuatu karya atau bentuk pekerjaan nyata dari ilmu yang
telah diserap. Pembelajaran ini menyiratkan bahwa siswa dilatih untuk sadar dan
mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif. Terkait dengan hal
tersebut maka proses belajar-mengajar perlu didesain secara aplikatif agar
keterlibatan peserta didik, baik fisik, mental dan emosionalnya dapat
terakomodasi sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.
Contoh :
Ketika kita bisa mengetahui bahwa semut akan mendekat ketika ada gula atau
benda-benda yang manis. Kita bisa berkarya untuk menciptakan sesuatu agar semut
tidak memasuki benda-benda yang manis tersebut. Pramuka juga mengajarkan Learning
to do dalam pembelajarannya. Sehingga kegiatan pramuka
akan lebih mengena dan langsung kepada pengaplikasian kegiatannya.
Sekolah sebagai wadah masyarakat
belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan ketrampilan
yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” dapat terlaksana.
Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah
kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu. Meskipun bakat dan minat anak dipengaruhi factor keturunan namun
tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan .
Lingkungan disini dibagi menjadi dua yaitu:
1) Lingkungan social
Yang termasuk dalam lingkungan
social siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di
sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan social yang lebih banyak
mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.
2)
Lingkungan nonsosial
Factor-faktor yang termasuk
lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal
keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, dan keadaan cuaca.
Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar.
Sekolah juga berperan penting dalam
menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu begitu penting. Oleh karena
itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas
sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab,
sehingga pada akhirnya, peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.
3.
Learning
to be (Belajar menjadi sesuatu)
Learning
to be maksudnya adalah setelah kita
mengetahui, kita dapat melakukan, kita dapat membaginya dengan orang lain, kita
dapat membuat sesuatu yang lebih baik. Baik itu bagi diri kita sendiri maupun
orang lain. Pengarjaran ini menitik beratkan kepada peserta didik untuk siap
terjun kemasyarakat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran ini adalah
sikap percaya diri. Perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa
agar mampu memiliki rasa percaya diri (self confidence) yang tinggi.
Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat.
Pengembangan dan pemenuhan manusia seutuhnya yang terus “berevolusi”, mulai
dengan pemahaman diri sendiri, kemudian memahami dan berhubungan dengan orang
lain. Menguak kekayaan tak ternilai dalam diri.
Contoh
: seorang siswa yang telah berusaha belajar dengan sungguh-sungguh maka ia akan menjadikan ilmu nya bermanfaat
baginya, seperti menjadi seorang guru atau menjadi
sesuatu yang berguna bagi masyarakat luas.
Konsep
learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar
memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi
siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan
merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri. Menjadi diri sendiri
diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar
berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar
menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain
aktualisasi diri.
4.
Learning
to live together (Belajar hidup bersama)
Learning
to live together maksudnya dengan kita
mengetahui dan kita dapat melakukan sesuatu dari apa yang kita pelajari,
selanjutnya kita dapat melakukannya untuk diri kita sendiri dan juga untuk
orang lain yang ada di sekitar kita. Pembelajaran ini bertalian erat dengan
pemberantasan sikap egoisme yang mengarah pada chauvinisme pada peserta didik
sehingga melunturkan rasa kebersamaan dan harga-menghargai. Memahami,
menghormati dan bekerja dengan orang lain, mengakui ketergantungan, hak dan
tanggungjawab timbal balik yang melibatkan partisipasi aktif warga, tujuan
bersama menuju kerekatan sosial, perdamaian dan semangat kerjasama demi
kebaikan bersama. Sebab, dewasa ini sudah mulai banyak tertanam sikap-sikap
egoisme pada diri tiap individu-individu.
Contoh : Sebagai
seorang yang berpendidikan tentuh kita akan menghargai karya orang lain atau
ketika kita bisa melakukan banyak hal kita tidak sungkan-sungkan untuk berbagi
dengan orang lain.
Pilar ini sekaligus juga menjadi pembenar pentingnya
pendidikan multikultur yang berupaya untuk mengkondisikan supaya peserta didik
mempunyai kemampuan untuk bersikap toleran terhadap orang lain, menghargai
orang lain, menghormati orang lain dan sekaligus yang bersangkutan mempunyai
tanggunga jawab terhadap dirinya serta orang lain. Sehingga bila proses
pembelajaran di sekolah diarahkan tidak hanya pada learning to know, lerning to
do dan leraning to be, tetapi juga diarahkan ke learning to live together, masalah kemajemukan akan dapat teratasi
dengan melakukan manajemen konflik dan dengan demikian akan juga diikuti oleh
tumbuhnya kebudayaan nasional yang tidak melupakan kebudayaan daerah, tumbuhnya
bahasa nasuonal dengan tidak melupakan bahasa daerah, tumbuhnya sistem politik nasional dengan tanpa
mengabaikan sistem politik daerah, (pemerintahan daerah).
C.
Garis Besar Mengenai 4 Pilar Pendidikan Unesco
a. Kekuatan
Ke empat pilar
gtersebut dirancang sangat bagus, dengan tujuan yang bagus dan sesuai dengan
keadaan zaman sekarang yang menurut peserta didik tidak hanya diajarkan IPTEK,
kemudian dapat bekerja sama dan memecahkan masalah, akan tetapi juga hidup
toleran dengan orang lain ditengah-tengah maraknya perbedaan pendapat
masyarakat. Dengan ini akan membentuk pendidikan yang berkualitas.
b. Kelemahan
Terdapat
beberapa kelemahan atau aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut, seperti
kurangnya SDM, guru yang baik dan benar , perbedaan pola piker setiap
masyarakat atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan, kemudian ada
lagi fasilitas yang masih minim akan sangat menghambat kemajuan proses belajar
mengajar.
c. Peluang
Apabila
pendidikan di Indonesia diarahkan pada ke empat pilar pendidikan ini maka
gilirannya masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang bermatabat dimata
masyarakat dunia.
d. Ancaman
Ke empat pilar
pendidikan UNESCO ini bisa menjadi boomerang bagi peserta didik dan pengajar
apabila tujuan atau keinginan yang hendak dicapai tidak kunjung terwujud. Bisa
jadi akan muncul sikap pesimis dan putus asa kehilangan kepercayaan diri.
Sumber
© Copyright 2015 Candra Junie -
All Rights Reserved - Powered by Blogger.com
Http://Atikatikaaziz.Blogspot.com.2010/09/4-pilar-pendidikan-menurut-unesco.html?m=1 (12 Maret 2012)
http://atika
Aziz(2010)”4pilar pendidkikan menurut unesco”.html
Komentar
Posting Komentar