Faktorisasi
Bilangan Bulat
1.1.
Bilangan
Prima
1.1.1. Defenisi
Bilangan Prima
Bilangan bulat p > 1 dikatakan
prima jika ia hanya mempunyai pembagi p dan 1. Dengan kata lain bilangan
prima tidak mempunyai pembagi selain dari 1 dan dirinya sendiri. Berdasarkan
definisi ini, 1 bukanlah bilangan prima. Bilangan prima terkecil adalah 2 yang
merupakan bilangan genap. Sedangkan bilangan prima lainnya, seperti 3; 5;
7; 11; …. semuanya bilangan ganjil. Ingat, sebaliknya
bilangan ganjil belum tentu prima; misalnya 9 ganjil tapi bukan prima. Bilangan
bukan prima seperti 4; 6; 8; 9;…. disebut bilangan
komposit. Bila n komposit maka ia dapat dinyatakan sebagai n = ab
dimana a; b 2 Z; 1 < a < n; 1 < b < n.
Sebelum
membahas teorema tentang bilangan prima, terlebih dahulu dijelaskan istilah
saling prima. Dua buah bilangan dikatakan saling prima jika faktor persekutuan
terbesar (FPB) dari dua bilangan tersebut adalah 1. Istilah lain dari saling
prima adalah komprima atau prima relatif. Jadi defenisi saling prima dapat
dituliskan sebagai berikut.
“Dua bilangan
bulat a dan b dikatakan prima relatif, jika (a,b)=1”
Apabila (a,b )=1
maka juga dikatakan saling prima.
Bilangan bulat positif dikatakan saling
prima dua-dua atau saling prima sepasang, apabila (ai,bj)=1, untuk setiap i=1,
2, 3,…., n dan j=1, 2, 3,…., n dengan i
j, maka dikatakan bahwa bilangan
bulat positif a1,a2,a3,…,an saling
prima dua dua atau saling prima sepasang demi sepasang.
Contoh:
·
(7, 8, 15)=1,sehingga
dikatakan bahwa 7, 8 dan 15 saling prima dan sekaligus saling prima dua-dua,
sebab (7,8)=(7,15)=(8,15)=1.
·
(4, 6, 9, 10) =1
menunjukkan bahwa 4, 6, 9 dan 10 saling prima, tetapi tidak saling prima
dua-dua, sebab (4,6)=2, (4,10)=2, (6,9)=3, (6,10)=2 meskipun (4,9)=(9,10)=1.
Teorema 1.1.1.2
“Setiap bilangan bulat positif yang lebih besar atau sama dengan 2 dapat
dinyatakan sebagi perkalian lebih atau satu bilangan prima”
Bentuk:
n =
Contoh:
90
= 2.3.3.5
= 21 .32 .51
Teorema 1.1.1.3
“Jika n > 1, maka n dapat dibagi oleh paling sedikit satu bilangan prima”
Bukti: Karena n > 1, maka dipunyai paling sedikit
satu pembagi > 1. Berdasarkan Prinsip Terurut Baik, n pasti mempunyai paling
sedikit satu pembagi positif yang lebih besar dari 1, misalnya q. Diklaim bahwa
q adalah prima. Jika q bukan prima maka dapat dituliskan q = ab, 1 < a
b
< q. Ini berarti bahwa a adalah suatu pembagi dari n yang lebih besar dari 1
dan lebih kecil dari q. Timbul kontradiksi dengan kenyataan
bahwa
q adalah minimal.
Contoh:
n
= 30, untuk pencari pembaginya bias menggunbakan pohon faktor.
Teorema 1.1.1.4.
“Jika n suatu bilangan komposit, maka n memiliki faktor k dengan 1<k
”
Bukti:
Karena n suatu
bilangan komposit, ada bilangan-bilangan bulat positif k dan m sedemikian
sehingga km=n dengan 1<k<n dan 1<m<n.
Apabila k dan m
kedua-duanya lebih besar dari , yaitu k>
dan m> , maka n=km> =n(n>n).
Hal ini tidak
mungkin sehingga salah satu dari k atau m harus lebih kecil atau sama dengan ,
misalnya k, yaitu 1<k . Jadi, n memiliki faktor k dengan 1<k .
Kontraposisi
teorema 4.
Apabila bilangan
bulat positif n tidak mempunyai faktor k dengan 1<k , maka n adalah suatu
bilangan prima.
Contoh:
Apakah 1003
merupakan bilangan prima atau bukan?
Penyelesaian:
Bilangan 1003
diperiksa keterbagiannya oleh bilangan-bilangan prima yang kurang dari 1003 yaitu 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29
dan 31. Karena terdapat bilangan yang dapat membagi habis 1003 yaitu 17 maka
1003 adalaah bilangan komposit.
1.2.
Faktorisasi
Tunggal
Telah diketahui bahwa setiap bilangan bulat
positif yang lebih besar dari 1 dapat dinyatakan sebagai perkalian dari
bilangan-bilangan prima tertentu. Dapat dikatakan bahwa setiap bilangan bulat
positif yang lebih dari 1 dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan bilangan
prima tertentu. Pada sesi ini akan dipelajari bahwa pemaktoran suatu bilangan
bulat positif atas faktor faktor prima adalah tunggal, sehingga kita
mengenalnya sebagai faktorisasi tunggal, kita akan mempelajari beberapa teorema
sebagai persiapan untuk mempelajari faktorisasi tunggal.
Teorema 1.2.1..
(Euclid) “Terdapat tak hingga banyak bilangan prima”
Bukti: Diandaikan terdapat berhingga banyak bilangan
prima, misalnya p1, p2, ..., pn.
Diambil
N = p1,p2…pn + 1. Bilangan bulat N adalah lebih besar dari 1, sehingga
berdasarkan teorema sebelumnya diperoleh bahwa N pasti mempunyai suatu pembagi
prima p. Bilangan prima p haruslah salah satu dari bilangan-bilangan p1, p2,
..., pn. Tetapi, diamati bahwa p pasti berbeda dari sembarang p1, p2, ..., pn
karena N mempunyai sisa 1 ketika dibagi oleh sembarang pi. Jadi timbul
kontradiksi.
Contoh:
6
adalah bilangan prima pertama jika dikalikan dan ditambahkan satu maka:
2x3x5x7x11x13+1
= 30031
Ternyata
30031 bukan bilangan prima, tetapi 30031 habis dibagi oleh 59 dan 509 yang
merupakan bilangan prima.
Teorema 1.2.2.
"jika
p suatu bilangan prima dan p | ab, maka p|a atau p|b”
Bukti
:
Karena
p suatu bilangan prima,maka untuk sembarang bilangan bulat a berlaku (a,p) = 1
atau (a,p) = p.
Jika
(a,p) = 1 dan p |ab, kita pernah membuktikan bahwa p|b. buktikanlah kembali!
Dan jika (a,p) = p maka p|a.
Contoh
:
3|6.3 dimana
p =3 , a = 6 , dan c = 3.
Maka
p|a
3|6
Atau
p|b
3|3
Kekongruenan
2.1.
Defenisi
1
Jika m suatu bilangan bulat positif, maka a kongruen
dengan b modulo m [ditulis a ≡ b(mod m)], bila m membagi (a-b). Jika m tidak membagi (a-b) maka
dikatakan bahwa a tidak kongruen dengan b modulo m [ditulis a
b (mod m)].
Contoh:
·
25 ≡ 1 ( mod 4)
sebab (a-b)
terbagi oleh m, (25-1)
= 24 terbagi
oleh 4.
·
47
8
(mod 8)
Sebab
(a-b) tidak terbagi oleh m, (47-8) = 39 tidak terbagi oleh 8.
Teorema 2.1.1. “a ≡ b (mod m) jika dan hanya jika ada bilangan bulat k sehingga a = mk +
b”
Bukti: a ≡ b (mod m)
akan
ditunjukkan bahwa:
a = mk + b
Dari defenisi 1
diatas didapat bahwa:
a ≡ b (mod m), jika dan hanya jika m|(a-b).
Karena m|(a-b),
maka m > 0
karena m|(a-b),
maka ada bilangan bulat k, sehingga (a-b) = mk
Contoh :
Jika 25 ≡ 4 (mod 7) maka ada bilangan bulat k = 3.
yaitu 25-4 = 7k
21 = 7.3
Jadi a ≡ b (mod
m), bila dan hanya bila a-b = mk, untuk setiap bilangan bulat k.
Karena a-b = mk
sama artinya dengan a = mk + b,
Atau dengan
kata lain:
a ≡ b (mod m) jika dan hanya jika a = mk + b.
Maka: 25 ≡ 4 (mod 7),
sama artinya dengan 25 = 7.3 + 4, dimana k = 3
Teorema 2.1.2. “Setiap bilangan bulat kongruen modulo m dengan tepat satu
diantara 0,1,2,3,...,(m-1)”
Bukti:
a ≡ b (mod m) jika dan
hanya jika ada bilangan bulat k sehingga a=mk+b. Jika a dan m bilangan bulat
dan m>0, maka ia dinyatakan sebagai a=mq+r dengan 0 ≤ r < m. Ini berarti
bahwa a-r=mq, yaitu a ≡ r (mod m). Karena 0 ≤
r < m, maka ada m buah pilihan untuk r, yaitu 0,1,2,3....,(m-1). Jadi setiap
bilangan bulat akan kongruen modulo m dengan tepat satu diantara 0,1,2,3,....,(m-1).
Contoh:
·
27 ≡ r (mod 6), tentukan r, jika 0 ≤ r < 6.
Karena 0 ≤ r
< 6, maka pilihan untuk r tepat satu diantara 0,1,2,3,4,5,6. Yaitu 3.
·
12 ≡
2 (mod 5) karena 2 adalah sisian terkecil dari 12 modulo 5
2.2.
Defenisi 2
Jika a ≡ r (mod m) dengan 0 ≤ r < m, maka r disebut residu
terkecil dari a modulo m. Untuk kekongruenan residu terkecil ini,
{0,1,2,3,...,(m-1)} disebut himpunan residu terkecil modulo m.
Contoh:
·
Residu terkecil dari 71 modulo 2 adalah 1, sebab sisa
dari 71:2 adalah 1.
·
Himpunan residu terkecil dari modulo 5 adalah
{0.1,2,3,4}.
Himpunan residu terkecil dari modulo 9 adalah
{0.1,2,3,...,9}.
Himpunan residu terkecil dari modulo 24 adalah
{0.1,2,3,...,23}.
Kita dapat
melihat relasi kekongruenan itu dengan cara yang lain, seperti teorema berikut
ini:
Teorema 2.2.1. “a ≡ b (mod m) jika dan hanya jika a dan b memiliki sisa yang sama jika dibagi m”
Bukti :
Akan dibuktikan
dari dua sisi,
Pertama,
jika a ≡ b (mod
m), maka akan ditunjukkan bahwa a dan b memiliki sisa yang sama jika dibagi m.
Karena a ≡ b
(mod m), maka a ≡ r (mod m) dan b ≡ r (mod m), dengan r adalah residu terkecil
modulo m atau 0 ≤ r < m. Selanjutnya,
a ≡ r (mod m),
berarti a = mq + r, dan
b ≡ r (mod m),
berarti b = mt + r, untuk suatu bilangan bulat q dan t, sehingga dapat
disimpulkan bahwa a dan b memiliki sisa yang sama jika dibagi m. (Terbukti!)
Kedua,
jika a dan b
memiliki sisa yang sama, maka akan ditunjukkan a ≡ b (mod m).
Misalkan:
a memiliki sisa
r jika dibagi m, berarti a ≡ mq + r, dan
b memiliki sisa
r jika dibagi m, berarti b ≡ mt + r, untuk suatu bilangan bulat q dan t,
dari kedua
persamaan ini diperoleh :
(a-b) = (mq –
mt) + (r-r)
(a-b) = m(q –
t)
Dari kedua
persamaan diperoleh bahwa a-b=m(q-t) berarti m | (a-b) atau a ≡ b (mod m).
Perhatikan bahwa
berdasarkan teorema yang telah dibahas, ungkapan berikut mempunyai arti yang
sama, yaitu:
n ≡ 7(mod 8)
n ≡ 7 + 8k
n dibagi 8 bersisa 7.
Contoh:
10 ≡
(mod 4) maka nilai n nya adalah 10, untuk itu:
10 ≡ 4k + m maka 10 dibagi 4 bersisa 2, jadi nilai m adalah 2.
2.3.
Defenisi 3
Himpunan
bilangan bulat r1,r2,r3,.....,rm disebut sistem sisaan lengkap modulo m jika
dan hanya jika setiap bilangan bulat adalah kongruen modulo m dengan satu dan
hanya satu diantara r1,r2,r3,.....,atau rm.
Contoh:
·
Himpunan {45,-9,12,-22,23,24} adalah sistem residu lengkap dari modulo 5, dapat diperiksa bahwa :
45≡ 0(mod 5)
-9 ≡1(mod 5)
12≡2(mod 5)
-22≡2(mod 5)
23≡ 3(mod 5)
24≡ 4(mod 5)
·
Himpunan {11,12,13,14,15} adalah suatu sistem residu
(sisaan) lengkap modulo 5, dapat diperiksa bahwa:
11≡
1 (mod 5)
12 ≡2 (mod 5)
13 ≡ 3 (mod 5)
14 ≡ 4 (mod 5)
15 ≡ 5 (mod 5).
2.4.
Relasi Ekuivalensi
Apakah relasi Kekongruenan Modulo suatu
bilangan bulat merupakan relasi ekuivalensi atau tidak ?
Untuk menjawab pertanyaan diatas, simaklah uraian-uraian berikut!
Kekongruenan modulo suatu bilangan bulat
positif adalah relasi antara bilangan-bilangan bulat. suatu relasi disebut
relasi ekuivalensi jika relasi itu memiliki sifat reflektif, simetris, dan
transitif.
Sekarang akan ditunjukkan bahwa relasi kekongruenan itu merupakan
relasi ekuivalensi.
Perhatikan !
Jika m, a, b, dan c adalah bilangan-bilangan bulat dengan m positif,
maka :
a. a ≡ a (mod m), sifat reflektif
b. Jika a ≡
b (mod m), maka b ≡ a (mod m), sifat simetris.
c. Jika a ≡ b
(mod m) dan b ≡ c (mod m), maka a ≡ c (mod m), sifat transitif.
Bukti :
a. Karena a-a =
0.m, maka a ≡ a (mod
m).
b. Jika a ≡ b (mod m), maka a-b = k.m, sehingga b-a =
(-k).m, yang berarti bahwa b ≡
a (mod m).
c. a ≡ b (mod m), berarti a-b = p.m
b ≡ c (mod m), berarti b-c = q.m
untuk suatu bilangan bulat p dan q, jika kedua persamaan tersebut kita
jumlahkan, maka diperoleh:
a-c = (p+q).m
karena p dan q adalah bilangan-bilangan bulat, maka (p + q) bilangan
bulat, sehingga
a ≡ c (mod m).
Karena relasi “≡” (kekongruenan) pada himpunan bilangan bulat
memenuhi ketiga sifat tersebut, yaitu reflekti, simetris,
dan transitif, maka relasi “≡” (kekongruenan) pada himpunan bilangan bulat merupakan relasi
ekuivalensi.
(terbukti!).
Karena relasi kekongruenan pada bilangan bulat merupakan relasi
ekuivalensi, maka akibatnya himpunan bilangan bulat pada kongruen modulo m ini
terpartisi menjadi himpunan-himpunan bagian yang setiap himpunan bagian disebut
kelas.
Contoh :
Misalnya kita memperhatikan himpunan bilangan bulat dengan relasi
kekongruenan modulo 5, maka dengan relasi ini himpunan bagian bilangan bulat
terpatisi (terbagi menjadi himpunan-himpunan bagian yang saling asing, dan
gabungannya sama dengan himpunan bilangan bulat) menjadi 5 kelas, yaitu :
[0] = {...,-10,-5,0,5,10,...}
[1] = {...,-9,-4,1,6,11,....}
[2] = {...,-8,-3,2,7,12,....}
[3] = {...,-7,-2,3,8,13,....}
[4] = {...,-6,-1,4,9,14,....}
Keterangan :
Pemberian nama untuk suatu kelas menggunakan nama salah satu anggota
kelas tersebut, yang dibubuhi tanda “garis diatasnya”, atau dengan menggunakan
tanda “kurung persegi”, seperti contoh diatas.
Relasi kekongruenan mempunyai kemiripan sifat
dengan persamaan, sebab relasi kekongruenan dapat dinyatakan
sebagai persamaan, yaitu a ≡ b (mod m) sama artinya dengan a = b + km, untuk suatu bilangan bulat
k.
Misalnya :
1. Jika a ≡
b (mod m), maka (a + c) ≡ (b + c) (mod m), untuk setiap bilangan bulat c.
2. Jika a ≡
b (mod m), maka ac ≡ bc (mod m), untuk setiap bilangan bulat c.
Bukti :
1) Jika
a ≡ b (mod m), berarti a-b = p.m, atau
a = pm + b, untuk setiap bilangan bulat p, selanjutnya,
jika masing-masing ruas ditambahkan dengan bilangan bulat c, maka
diperoleh :
a + c = pm + b + c
atau,
(a + c) - (b + c)= p.m
Yang berarti bahwa:
(a + c) ≡ (b + c) (mod m).......(Terbukti !)
Contoh :
Jika 15 ≡ 3 (mod 4), maka :
·
17 ≡ 5 (mod 4),
sebab 15 + 2 = 17, dan 3 + 2 = 5
·
21 ≡ 9 (mod 4),
Sebab 15 + 6
= 21, dan 3 + 6 = 9
·
116 ≡ 104 (mod 4),
sebab 15 + 101 = 116, dan 3 + 101 = 104.
Dan seterusnya.
2) Jika a ≡ b (mod m), berarti a-b = p.m untuk setiap
bilangan bulat p selanjutnya,
jika masing-masing ruas dikalikan dengan bilangan bulat c, maka
diperoleh :
c(a - b) = c.p.m
atau,
ac – bc = cp.m
karena c dan p masing-masing adalah bilangan bulat, maka c.p juga merupakan
suatu bilangan bulat, sehingga diperoleh bahwa :
ac ≡ bc (mod m)....(Terbukti !)
contoh :
Jika 10 ≡ 2 (mod 4), Maka :
50 ≡ 10 (mod 4),
Sebab 10.5 = 50, dan 2.5 = 10
120 ≡ 24 (mod 4),
Sebab 10.12 =120, dam 2.12 = 24
Dan seterusnya.
Teorema 2.4.1
”Jika a ≡
b (mod m), dan c ≡ d (mod m), maka ( a +
c) ≡ (b + d) (mod m)”
Bukti :
Jika a ≡
b (mod m), dan c ≡ d (mod m), akan dibuktikan bahwa (
a + c) ≡ (b + d) (mod m).
Kareana a ≡ b (mod m), berarti a = s.m + b, untuk suatu
bilangan bulat s.
Karena c ≡ d (mod m), berarti c = t.m + d, untuk suatu
bilangan bulat s.
Jika kedua persamaan tersebut dijumlahkan, maka diperoleh bahwa :
(a + c) = (sm + tm) + (b + d)
(a + c) = m(s + t) + (b + d)
(a + c) - (b + d) = m.(s + t)
Hal ini berarti bahwa :
a + c) ≡ (b + d) (mod m)
(Terbukti!)
Contoh :
Jika 20 ≡
2 (mod 6), dan 25 ≡ 1 (mod 6),
maka 45 ≡ 3 (mod 6), sebab 20 + 25 = 45, dan 2 + 1 = 3.
Teorema 2.4.2.
“Jika a ≡ b (mod m), dan
c ≡
d (mod m), maka ax + cy ≡ bx + dy (mod m), untuk setiap bilangan bulat
x dan y”
Bukti :
a ≡ b (mod m), berarti a = m.s + b,untuk suatu
bilangan bulat s.
c ≡ d (mod m), berarti c = m.t + d, untuk suatu
bilagan bulat t.
Jika kedua ruas persamaan pertama dikalikan dengan x, dan kedua ruas
persamaan kedua dikalikan dengan y, maka diperoleh :
ax = msx + bx
cy = mty + dy
Dengan menjumlahkan kedua persamaan ini, maka diperoleh bahwa :
ax + cy = (msx + mty) + (bx + dy)
ax + cy = m(sx + ty) + (bx + dy)
(ax + cy) - (bx + dy) = m(sx +
ty)
persamaan terakhir ini berarti bahwa :
m | (ax + cy) - (bx + dy)
sehingga :
(ax + cy) ≡ (bx + dy) (mod m).
(Terbukti !)
Contoh :
Jika 21 ≡
1 (mod 4), dan 16 ≡ 2 (mod 7), maka
(21.3
+ 16.4) ≡ (1.3 + 2.4) (mod 7)
(64 + 63) ≡ (3 + 8) (mod 7)
127 ≡ 11 (mod 7).
Teorema 2.4.3 “jika ac
bc
(mod m) dengan (c,m)=1, maka a
b (mod
m)”
Bukti:
ac
bc
(mod m) berarti m|(ac-bc) atau m|c(a-b) dengan (c,m)=1, maka m|(a-b) berarti a
b
(mod m)
Contoh:
Tentukan bilangan-bilangan bulat y yang memenuhi perkongruenan 3y
1
(mod m)
Jawab:
Karena 1
15
(mod 7), maka kita dapat mengganti 1 pada perkongruenan tersebut dengan 15,
sehingga diperoleh 3y
15 (mod 7). Selanjutnya, karena (3,7) =1, maka
kita dapat membagi 3 pada ruas-ruas perkongruenan itu, sehingga di peroleh y
5 (mod 7). Perkongruenan terakhir ini berarti
y=5+7k untuk setiap bilangan bulat k atau dapat dikatakan bahwa himpunan
penyelesaian dari perkongruenan tersebut adalah{5+7k|k bilangan bulat}.
2.5.
Sifat
Kanselasi (Penghapusan)
Pada persamaan / kesamaan bilangan bulat
berlaku sifat kanselasi (penghapusan), yaitu :
Misalkan a,b,dan c bilangan bulat, jika ab = ac, dengan a ≠ 0, maka b
= c.
Contoh :
Jika 3.x = 3.6, maka x = 6
Apakakah pada kekongruenan berlaku sifat yang mirip dengan sifat kanselasi
(penghapusan) tersebut ?
Misalkan :
jika ab ≡ ac (mod m), dengan a ≠ 0
apakah b ≡ c (mod m) ?
ambil sebuah contoh :
24 ≡ 12 (mod 4)
3.8 ≡ 3.4 (mod 4)
8 ≡ 4 (mod 4)
Akan tetepi, bagaimana dengan contoh berikut :
24 ≡ 12 (mod 4)
2.12 ≡ 2.6 (mod 4)
Apakah 12 ≡ 6 (mod 4)? Jelas tidak, karena 4 tidak
membagi (12 – 6)
Dari kedua contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa walaupun sifat kanselasi
(penghapusan) tidak berlaku sepenuhnya pada relasi kekongruenan, tetapi akan
berlaku jika memenuhi syarat seperti yang dinyatakan dalam teorema berikut :
Teorema 2.5.1.
“Jika ac ≡ bc (mod
m) dengan (c,m) = d,maka a ≡ b (mod m/d)”
Bukti :
ac ≡ bc (mod m) berarti m | (ac – bc) atau m| c(a
– b), maka m/d | c/d (a-b).
Karena d FPB dari c dan m, maka m/d dan c/d adalah bilangan-bilangan
bulat.
Karena (c,m) = d, maka (c/d , m/d) = 1.
Karena (c/d , m/d) = 1, dan m/d | c/d (a-b),maka :
m/d |(a-b)
berarti a ≡ b (mod m/d)
(Terbukti !)
Contoh :
Tentukan x yang
memenuhi 2x ≡ 4 (mod
6)
Jawab
2x ≡ 2.2 (mod 6), karena (2,6) = 2,
maka : x ≡ 2 (mod 3)
atau,
x = 3k + 2, untuk setiap bilangan bulat k.
jadi nilai-nilai x adalah {3k + 2}, atau dapat dikatakan bahwa
himpunan penyelesaian dari pengkongruenan itu adalah {3k + 2 | k bilangan
bulat}.
2.6.
Aplikasi Kekongruenan
Kekongruenan bilangan bulat yang sering di
aplikasikan adalah kekongruenan madulo 9. Kekongruenan modulo 9 dapat digunakan
untuk memeriksa kebenaran terhadap operasi aritmetika yaitu penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian pada bilangan bulat. Perhatikan
penjelasan berikut ini:
Misalnya, diketahui bahwa :
10.000-1 = 9.999 = 9 k4 sehingga 10.000 = 1(mod 9)
1.000-1 =999 = 9 k3 sehingga
1.000 =
1(mod 9)
100-1 = 99 = 9 k2 sehingga
100 =
1(mod 9)
10-1 = 9 = 9 k1 sehingga
10 =
1(mod 9)
Berikut menunjukkan bahwa setiap bilangan bulat kongruen modulo 9
dengan jumlah angka-angkanya.
12345 ≡
{10000 + 2000 + 300
+ 40 + 5} (mod 9)
≡ {1(10000)
+ 2(1000) + 3(100) +
4(10) + 5} (mod 9)
≡ {1(1) + 2(1) + 3(1) + 4(1) + 5} (mod 9)
≡ 15 (mod 9)
selanjutnya dengan cara yang sama
15 ≡ {10 + 5} (mod 9)
≡ {1
+ 5} (mod 9)
≡ 6 (mod 9)
Jadi 12345 ≡ 6 (mod 9)
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diturunkan menjadi teorema sebagai berikut.
Teorema 4.1.1 “10n ≡ 1 (mod 9) untuk n = 0,1,2,3 …”
Bukti :
10n – 1 = 999 … 9 (sebanyak n kali, dengan syarat semua
angkanya 9)
10n = 1 (mod 9)
Teorema 4.2. “Setiap bilangan bulat kongruen modulo 9 dengan jumlah
angka-angkanya”
Bukti:
Ambil
sembarang bilangan bulat n yang angka-angkanya secara berturut-turut adalah :
n = dkdk-1dk-2
.... d2d1d0
atau
n = dk10k+
dk-1 10k-1 + dk-2 10k-2+....+ d2
102 + d110 +d0
dengan 0
di
9 untuk i = 0,1,2,..., k dan dk
Contoh :
Periksalah
kebenaran penjumlahan berikut ini dengn prinsip diatas.
248 + 324
+ 627 = 1244
Jawab :
248 ≡ 2 +
4 + 8 (mod 9)
≡ 14 (mod
9)
≡ 5 (mod
9)
324 ≡ 3 +
2 + 4 (mod 9)
≡ 9 (mod
9)
≡ 0 (mod
9)
627 ≡ 6 +
2 + 7 (mod 9)
≡ 15 (mod
9)
≡ 6 (mod
9)
Jadi, 248
+ 324 + 627 ≡ 5 + 0 + 6 (mod 9)
≡
11 (mod 9)
≡
2 (mod 9) ……………….. (i)
Sedangkan
1244 ≡ 1 + 2 + 4 + 4 (mod 9)
≡
11(mod 9)
≡
2 (mod 9) ………………. (ii)
Dari
kekongruenan (i) dan (ii) berarti : 248 + 324 + 627 = 1244 (benar)
Jika a ≡ b
(mod m) dan c ≡ d (mod m) maka ac ≡ bd (mod m)
Contoh :
Untuk yang
terbagi 9,
10+11=30
Kita
mengetahui bahwa 10 + 11 ≡ 3 (mod 9) dan 30 ≡ 3 (mod 9)
Menurut
cara pemeriksaan diatas 10 + 11 = 30 benar.
Tetapi
kita mengetahui bahwa 10 +11 = 30 salah
Selain
itu kekongruenan modulo 9 digunakan untuk menguji keterbagian suatu bilangan
bulat oleh 9. Suatu bilangan terbagi oleh 9 apabila dan hanya bila sisa
pembagian itu nol.
n
≡ a (mod 9) apabila dan hanya apabila n dan a masing-masing mempunyai sisa yang
sama jika dibagi 9. Jadi, jika n ≡ a (mod 9) maka n terbagi oleh 9, apabila dan
hanya apabila terbagi oleh 9. Padahal n kongruen modulo 9 dengan jumlah
angka-angkanya.
Jadi,
suatu bilangan terbagi oleh 9 apabila dan hanya apabila jumlah angka-angkanya
terbagi oleh 9.
Contoh :
(i)
7587 ≡ 7 + 5 + 8 + 7 ≡ 27 ≡ 9 (mod 9)
Karena 9│9
maka 9 │7587
(ii)
47623 ≡ 4 + 7 + 6 + 2 + 3 ≡ 22 ≡ 4 (mod 9)
Karena 9│4
maka 9 │4762
Komentar
Posting Komentar